Minggu, 29 April 2012

Belajar dari Dora

Dora dan Boots adalah tokoh utama dalam film serial kartun yang ditayangkan pada salah satu stasiun televisi swasta. Saya sering dan suka menontonnya. Dora dan boots mengajari anak kita berpetualang, dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan berbagai masalah dan situasi yang dibangun. Sangat menarik bagi anak Dora dan Boots mengajari anak untuk berpikir kreatif dan bukan menghafal. Anak dilatih untuk melihat persoalan, menyusun rencana, menetapkan sasaran, memahami proses, dan yang paling menarik adalah Dora dan boots menggunakan peta sebagai alat bantunya.
Dora dan Boots menekankan bahwa untuk dapat mencapai tujuan harus mengetahui persoalannya terlebih dahulu dan untuk bisa mengetahui persoalan harus membuat perencanaan. Setiap perencanaan dibagi dalam proses, yang terdiri atas tahapan yang harus dilalui. Mulai dari awal sampai ke titik sasaran. Untuk membantu itu semua, diperlukan petunjuk arah yang disebut peta.
Dalam film kartun ini, peta selalu digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan teka-teki juga alat bantu dalam proses pencapaian sasaran. Sungguh, Dora telah membuka mata saya untuk mengingat kembali dan membandingkan dengan sistem pendidikan yang ada sekarang ini.
Mari kita ingat kembali ketika masih duduk di bangku SMP atau SMA. Kita juga mendapatkan pelajaran peta pada bidang studi geografi. Namun sayangnya, cara kita dulu diajar sangatlah jauh berbeda dengan cara yang diajarkan Dora pada anak-anak.
Dulu, oleh guru geografi selalu diminta untuk menghafal kota dan ibukota dalam peta yang sedang dipelajari. Tidak seperti Dora, yang mengajarkan bahwa peta adalah alat bantu petunjuk, untuk mencapai tempat tujuan, bukan sesuatu yang harus dihafalkan.
Masih ingatkan dengan adanya ujian PETA BUTA? Kita diminta untuk menghafalkan bentuk pulau, kemudian menggambarnya, sekaligus menuliskan nama dan posisi kota sekalian. Otak kita terus menerus dipaksa untuk menghafal dan menghafal dan itu membuat sangat tersiksa. Tapi sayangnya, setelah kita menjadi orangtua dan guru, kita kembali menerapkan hal sama pada anak kita atau anak didik kita disekolah.
Lalu, apa akibatnya dari model pendidikan semacam ini? Jelas sekali, anak dan kita termasuk di dalamnya, tidak pernah tahu bahwa peta sebenarnya adalah sebagai alat bantu terbaik untuk mencapai sasaran dan bukan barang hafalan
Coba diperhatikan, jika kita sedang berwisata, sangat jelas bedanya antara turis asing dan turis lokal. Meskipun kedua turis ini sama-sama buta terhadap wilayah yang dikunjunginya, akan tetapi tampak jelas sekali perbedaannya. Turis asing akan selalu memegang peta bersamanya sebagai alat bantu mencapai tujuan. Sementara turis lokal hampir tidak pernah ada yang membawa peta, melainkan hanya bermodalkan nekat saja
Jika sampai saat ini ternyata kita pun masih menjadi salah satu turis bermodalkan nekat, jangan takut, karena itulah hasil pendidikan kita dahulu. Begitulah akibatnya jika anak terus menerus dididik dengan cara hafalan seperti burung beo dan bukan berpikir kreatif. Jadi, wajar saka jika saat ini kita memiliki cukup banyak stok orang-orang yang hanya bisa psarah menghadapi berbagai permasalahan hidup. Jangankan berusaha untuk menemukan solusi kreatif bagi diri dan bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar